Home / OPINI / Aji Mumpung Jurus Jitu Korupsi Didunia Olahraga, e-government Lawan Sepadan

Aji Mumpung Jurus Jitu Korupsi Didunia Olahraga, e-government Lawan Sepadan

Opini : Daeng supriyanto

Impitan ekonomi adalah penyebab awal perilaku koruptif. Gaya hidup konsumtif kemudian menjerumuskan lebih banyak orang untuk korupsi. Sikap permisif yang salah kaprah dari masyarakat dan ketidaksungguhan pemerintah dalam memberantas korupsi menjadikannya semakin marak. Ibarat penyakit, stadium korupsi berkembang secara pasti dari akut menjadi kronis, dari jinak menjadi ganas. Pendekatan pemberantasan dan pencegahan korupsi secara formal sejauh ini terbukti tidak efektif.

 

Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berhasil memberikan efek kejut dan efek jera kepada para penyelenggara negara. Masyarakat merasa ambigu dengan kinerja KPK. Di satu sisi keberhasilan KPK membongkar korupsi menyulam asa akan perbaikan. Namun di sisi lain pembongkaran tersebut menimbulkan rasa geram dan pilu, karena menunjukkan betapa masif dan berjemaahnya korupsi yang terjadi tanpa rasa malu.

 

Peningkatan gaji dan remunerasi penyelenggara negara juga tidak efektif mencegah perilaku korup. Sepertinya para koruptor melakukan cost-benefit analysis. Kemasifan dan keberjemaahan korupsi serta ketidaksungguhan penegakan hukum seakan mengurangi risiko tertangkap dan hukuman, dan menjadikan perilaku korup semakin mengiurkan.

 

Kasus korupsi yang menimpa Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi jauh menyimpang dari sportivitas, sesuatu yang diagungkan sekaligus dibanggakan di olahraga. Sportivitas menjadi mantra yang dijunjung amat tinggi dalam semua jenis olahraga, baik permainan, pertandingan, maupun pertarungan Korupsi sudah menjadi masalah di Indonesia selama puluhan tahun.

 

Kasus suappun pernah dilakukan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga yang menghidupkan kembali memori publik atas tindak pidana korupsi yang terjadi pada saat penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XVI di Palembang. Ketika itu, sejumlah pejabat di Sumatera Selatan melakukan penggelembungan biaya (mark-up) pengadaan alat transportasi. Dalam peristiwa tersebut, Pengadilan Negeri Palembang telah menjatuhkan vonis empat tahun penjara bagi Amir Syarifuddin, mantan Kepala Dinas Perhubungan Sumsel, dan tiga tahun penjara bagi Choirul Insani Ilham, ketua proyek transportasi PON XVI.

 

Sekalipun pelaku penyelewengan dalam penyelenggaraan PON XVI telah divonis, hukuman tersebut sepertinya tidak memberikan pesan yang kuat untuk penyelenggaraan acara nasional serupa yang dilaksanakan tiga tahun berikutnya di Kalimantan Timur. Hanya berjarak sekitar satu tahun, Kejaksaan Negeri Balikpapan pernah menyatakan telah menetapkan sejumlah nama sebagai tersangka korupsi penyelenggaraan salah satu cabang olahraga pada PON XVII.

 

Bila ditelisik lebih jauh, tindakan penyalahgunaan wewenang yang terjadi dalam penyelenggaraan acara olahraga lebih banyak disebabkan oleh perilaku aji mumpung. Bagi sebagian pihak yang ikut menyelenggarakan, acara olahraga potensial menjadi lahan subur korupsi. Selain kucuran dana yang besar, acara olahraga berskala nasional (apalagi internasional) akan mendatangkan sumber dana dari pihak ketiga. Bahkan, telah menjadi rahasia umum, acara olahraga acap kali digunakan ”menginjak kaki” perusahaan-perusahaan di daerah.

 

Dengan sumber dana yang berasal dari berbagai pintu tersebut, bukan tidak mungkin pengelolaan dana acara olahraga berskala besar seperti bergerak dalam lorong gelap. Karena itu, bagi sebagian penyelenggara, acara olahraga menjadi momen pesta pora di antara cucuran peluh atlet yang bertarung mengharumkan nama daerah dan/atau bangsa yang sekaligus juga bergembira memaknai sportivitas olahraga.

 

Praktik aji mumpung yang mungkin cukup menggelikan, adanya desain membangun sarana yang dibutuhkan dalam waktu yang serba mendesak. Dengan pola seperti itu, mereka yang diberi otoritas untuk menyelenggarakan kegiatan olahraga (terutama dalam skala besar) melakukannya tanpa proses tender yang semestinya. Biasanya, kesempatan demikian membuka celah untuk meraih keuntungan yang lebih besar. Karenanya, tidak perlu heran bila proyek-proyek yang dikerjakan dalam masa ”darurat” itu berujung pada praktik suap.

 

Semoga saja atisipasi pemerintah daerah Provinsi Papua pada acara PON XX Papua 2020 yang telah meluncurkan sistem e-government berjalan lancar. Noken atau tas ala Papua dibagikan kepada tamu undangan sebagai lambang transparansi.

 

Noken tersebut merupakan tas tradisional papua. Ketika orang menggunakan Noken, apa yang dibawa di dalam nokennya dapat dilihat oleh orang lain.

 

Budaya transparan sudah dikenal orang Papua sejak lama. Noken sebagai lambang transparansi Orang Papua. Orang Papua hanya kenal budaya transparan, Papua tidak mengenal korupsi, tapi kenapa budaya korupsi bisa masuk ke Papua ?

 

Gubernur Papua, Lukas Enembe pun telah mengimbau kepada seluruh pejabat di Papua, untuk kembali ke budaya orang Papua dan meninggalkan budaya korupsi dan meminta kepada pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Papua untuk bertanggung jawab secara baik penggunaan anggaran yang ada di Daftar Pengguna Anggaran (DPA) masing-masing.

 

e-government merupakan salah satu alat keterbukaan sehingga setiap orang nantinya bisa mengetahui dari awal penganggaran sampai penggunaannya. Dengan begitu, kemungkinan kecil untuk berbuat korupsi itu memang diharapkan terjadi apabila benar-benar dilaksanakan.

 

Yang membuat sistem ini adalah manusia sehingga di kemudian hari aplikasi ini akan dikerjakan atau diubah oleh manusia pula, sehingga intinya adalah integritas manusia yang duduk di belakang sistem tersebut, jika semua orang sudah masuk dalam sistem ini, maka orang per orang akan saling mengawasi dengan sendirinya dan tindak pidana korupsi ini dapat ditekan.

About Daeng SwaraPendidikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Memaknai Lomba Panjat Pinang Di HUT RI

OPINI : Daeng Supriyanto Begitu Banyak  perlombaan yang diadakan menjelang ...

https://swarapendidikan.or.id/