Indonesia sebenarnya adalah salah satu dari sedikit negara dalam Indeks Persepsi Korupsi yang menunjukkan perbaikan yang stabil dan nyata, bertepatan dengan pemerintahan Yudhoyono (2004-2014) dan diteruskan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Namun, perlu ditekankan bahwa – meskipun merepresentasikan perkembangan nyata – angka-angka ini harus ditangani dengan hati-hati karena metodologi yang digunakan dalam jajak pendapat berubah dari tahun ke tahun.
Terkait dengan korupsi, masih ada jalan panjang reformasi ke depan untuk Indonesia. Baik pada tingkat pusat dan daerah, bisnis dan politik masih cenderung “pergi tangan-di-tangan”, maka membentuk semacam konteks oligarki di mana konflik kepentingan terus terjadi. Misalnya, pembalakan liar tersebar luas di Sumatera dan Kalimantan karena banyak ijin penebangan liar dikeluarkan oleh badan-badan publik (sehingga mengancam keberadaan hutan di Indonesia). Demikian pula, di sektor pengadaan di Indonesia kontrak yang menguntungkan sering diberikan kepada perusahaan yang terkait dengan pejabat negara.
Korupsi sangat menghambat negara ini dalam merealisasikan potensi ekonomi dan menyebabkan ketidakadilan yang signifikan di dalam masyarakat Indonesia karena sebagian kecil orang mendapatkan manfaat yang amat besar dari lembaga dan keadaan korup di negeri ini. Tetapi pujian/penghargaan harus diberikan kepada media (bebas) Indonesia dan KPK karena keduanya memainkan peran penting dalam soal pemberantasan korupsi.
Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru – Sebagai negara yang berkembang seharusnya pemerintah memperioritaskan pembangunan di bidang pendidikan. Tetapi selama puluhan tahun mulai dari Orde Lama,Orde Baru sampai dengan era Reformasi, pembangunan difokuskan di bidang ekonomi. Padahal setiap negara berkembang memiliki keterbatasan jumlah SDM, uang, manajemen dan tekhnologi. konsekuensinya, semua diimpor dari luar negeri.
Kompensasi PNS yang Rendah – Karena gaji yang rendah, banyak anggota PNS yang melakukan tindakan korupsi. Rendahnya gaji tindak diimbangi dengan pola hidup yang sederhana, karena sebagian besar pegawai memiliki gaya hidup yang konsumtif.
Pejabat yang Serakah – karena memiliki pola hidup yang konsumtif, timbul keinginan dalam diri pejabat untuk memperkaya diri secara instan. Kemudian lahirlah sikap serakah dimana pejabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya dan menjadi penyebab terciptaanya masyarakat majemuk dan multikultural.
Law Enforcement Tidak Berjalan – Penegakkan hukum di Indonesia sangatlah bobrok. penegakkan hukum tidak berjalan hampir di seluruh lini kehidupan, baik di instasi pemerintahan maupun di lembaga kemasyarakatan karena segala sesuatu diukur dengan uang.
Hukuman yang RinganTerhadap Koruptor – Karena para koruptor mendapat hukuman yang ringan, maka tidak menimbulkan efek jera bagi mereka yang melakukan korupsi. Bahkan tidak menimbulkan rasa takut dalam masyarakat, sehingga para pejabat tetap melakukan KKN.
Tidak Ada Keteladanan Pemimpin – Minimnya pemimpin yang dapat dijadikan teladan, menyebabkan Indonesia sulit untuk terbebas dari jerat korupsi. Hal ini menyebabkan kehidupan berbangsa dan bernegara mendekati jurang kehancurannya.
Pengawasan yang Tidak Efektif
Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN – Dalam Negara agraris seperti Indonesia, masyarakatnya cenderung peternalistik. Dengan demikian, mereka turut melakukan KKN dalam urusan sehari-hari. Misal mengurus KTP, SIM, PBB dan masih banyak lagi. Hal tersebut mereka lakukan karena meniru apa yang dilakukan oleh pejabat, elit politik, tokoh masyarakat, pemuka agama, yang oleh masyarakat diyakini sebagai tindakan yang wajar.
Langkah Pemberantasan Korupsi
Banyak cara yang dapat kita terapkan untuk dapat memberantas korupsi. Mulai dari hal yang paling kecil yaitu diri sendiri, sampai ke tingkat Negara.
Beberapa langkah untuk memberantas korupsi:
Membangun Supremasi Hukum dengan Kuat – Hukum adalah pilar keadilan. Ketika hukum tak sanggup lagi menegakkan sendi-sendi keadilan, maka runtuhlah kepercayaan publik pada institusi ini. Ketidak jelasan kinerja para pelaku hukum akan memberi ruang pada tipikor untuk berkembang dengan leluasa. Untuk itu sangat oerlu dilakukan membangun supremasi hukum yang kuat. Tidak ada manusia yang kebal hukum, serta penegak hukum tidak tebang pilih dalam mengadili.
Menciptakan Kondisifitas Nyata di Semua Daerah – Salah satu rangsangan tumbuhnya tipikor dengan subur adalah kondisifitas semu di suatu wilayah otonom. Kondusifitas yang selama ini dielu-elukan adalah kondusifitas semu belaka. kejahatan korup terus tumbuh dengan subur tanpa ada yang menghentikannya. bagaimana suatu otonomi daerah semestinya dikatakan kondusif? yakni daerah yang terbebas dari penyakit tipikor , bersih penyelewengan serta tidak ada lagi tindak kejahatan yang merugikan bangsa dan negara.
Eksistensi Para Aktivis – para aktifis seperti LSM harus gencar menyerukan suaranya untuk melawan korupsi. Disini, peran aktif para aktifis sangat diharapkan.
Menciptakan Pendidikan Anti Korupsi – Upaya pemberantasan korupsi melalui jalur pendidikan harus dilaksanakan karena tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan merupakan wahana yang sangat startegis untuk membina generasi muda agar menanamkan nilai-nilai kehidupan termasuk antikorupsi.
Membangun Pendidikan Moral Sedini Mungkin – Mengapa banyak pejabat Negara ini yang korupsi? Salah satu jawabannya karena mereka bermoral miskin, bertabiat penjahat dan tidak bermartabat. Jika seseorang memiliki moral yang rendah, maka setiap gerak langkahnya akan merugikan orang. oleh karena itu sangat penting sekali membekali pendidikan moral pada generasi muda.
Pembekalan pendidikan Religi yang Intensif – Semua agama mengajarkan pada kebaikan. Tidak ada satupun agama yang menyuruh kita berbuat untuk merugikan orang lin, seperti korupsi. Peran orang tua sangat berpengaruf untuk menumbuhkan kesadaran religi pada anak agar kelak saat dewasa memiliki moral dan mentalitas yang baik.