8 Desember 2022, Oleh Eddy Mangopo Angi dan Boby Rahman Kutai Barat (CSBB)
Pemantik Itu Bernama “Heart Of Borneo”
Sebuah kesepakatan bersejarah lintas negara telah dikumandangkan pada 12 Februari 2007. Saat itu pemerintah Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia bersama-sama mendeklarasikan komitmen untuk memelihara dan mengelola kawasan jantung Kalimantan (Heart of Borneo /HoB) secara berkelanjutan. Melalui program HoB, maka kawasan tersebut selanjutnya akan dikelola dengan misi konservasi dan pembangunan berkelanjutan. WWF Indonesia, sebagai mitra penting pemerintah pada inisiatif ini ikut membantu pada tahapan implementasi di lapangan. Selain peningkatan kualitas pengelolaan kawasan konservasi yang dipunggawai oleh pemerintah, WWF juga membantu implementasi di luar kawasan konservasi melalui sosialisasi pengelolaan hutan lestari, pembangunan pertanian berkelanjutan dan promosi praktik-praktik pengelolaan yang lebih baik sesuai yang digariskan oleh kelompok Kerja Nasional HoB. Berbekal semangat menerjemahkan visi dan misi HoB nasional tersebut, maka organisasi ini mulai aktif ikut membantu penguatan sekolah dasar (SD) sebagai percontohan program Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (atau Education for Sustainable Development/ESD). Maka, di tahun 2009, dimulailah pelatihan para pendidik yang dilanjutkan dengan pendampingan sekolah yang akan dijadikan sekolah percontohan.
Sebuah Sekolah Di Kampung Transmigrasi
Jambuk Makmur adalah sebuah desa di Kecamatan Bongan, Kabupaten Kutai Barat. Inilah kampung transmigrasi yang berdiri tahun 1996 dengan warga multi etnis yang hadir dari Lombok, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sana, warga bersama-sama membangun dan menyemai harapan mereka. Di desa ini pula terletak SDN 010 Bongan, salah satu sekolah yang terlibat dalam program pelatihan ESD WWF sejak awal.
Saat itu, dengan keterlibatan aktif kepala sekolahnya, Sri Astuti, SDN 010 melakukan program “Sejak Kecil Menanam Dewasa Memanen”. Di sana, para siswa diminta membawa bibit tanaman ke sekolah untuk ditanam. Kini, tanaman yang terdiri dari gaharu, pulai dan lain-lain tersebut sudah tumbuh besar. Keberhasilan lainnya, SDN 010 telah mengembalikan rawa terbengkalai dan tertimbun di sekolah ke fungsi aslinya. Pekerjaan itu dikerjakan gotong royong antara guru, orang tua murid dan masyarakat setempat. Sebagai dampaknya, kini kolam rawa itu adalah salah satu media pembelajaran penting bagi siswa. Ikan gabus dan ikan rawa sukses masuk ke dalam kolam secara alami. Masyarakat memetik hasilnya. Pada tahun 2015, SDN 010 Bongan memulai program pemeliharaan lima ekor kambing sebagai media pembelajaran siswa dan masyarakat setempat. Hingga tulisan ini ditulis, mereka telah berkembang menjadi 12 ekor. Bahkan, pembangunan kandang pun dirancang sedemikian rupa sehingga air seni dan kotoran kambing bisa dimanfaatkan untuk bahan dasar pupuk. Selanjutnya pupuk itulah yang digunakan untuk penanaman tumpang sari dan tanaman obat keluarga yang ramah lingkungan. Orang tua murid dan pihak lain yang kompeten juga sering diundang untuk memberikan penyuluhan seperti pertanian kepada murid di kelas. Menurut Yusuf, kepala SDN 010 Bongan saat ini, kunci utama keberhasilan ESD di sana adalah “belajar yang menyenangkan”. Selain itu, program pramuka Gugus Depan Ramah Lingkungan SDN 010 Bongan juga menjadi faktor pendukung penting. “Kita berusaha agar siswa tidak merasa terbebani belajar,” ujarnya.
Ditambahkannya, SDN 010 telah menjadi satu dari sepuluh sekolah rujukan di Kabupaten Kutai Barat (Kubar). “Keberhasilan ini tak lepas dari dukungan tim pengembang SDN 010 Bongan. Komite Sekolah, serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten. Sebagai contoh, impian Pak Husni Thamrin dan Pak Samsir untuk SDN 010 yang memiliki kemandirian pangan ternyata mendapat sambutan berbagai pihak,” ujarnya dengan bersemangat. Kini, sekolah di kampung transmigrasi itu sarat prestasi. salah satunya adalah peringkat pertama lomba Budaya Mutu Pendidikan tingkat Nasional di tahun 2019. Guru-guru di SDN 010 juga mulai ditugaskan ke sekolah lain (sekaligus berkesempatan menyebarkan gagasan pembangunan berkelanjutan). Penulis (Boby Rahman—red) juga mendapat penugasan baru di SDN 016 Bongan di Peringtalik. Inilah saat yang tepat untuk memperluas manfaat program ini.
Memperluas Manfaat Melalui Program Bersama
Salah satu faktor penting suksesnya peran sekolah sebagai pusat pusaran perubahan adalah penguatan masyarakat, khususnya generasi muda. Hal inilah salah satu faktor penting diadakannya pelatihan Borneo Youth Programme (BYP) yang didorong berbagai pihak di Kutai Barat. Melalui BYP, dilakukan peningkatan kapasitas dan keterampilan kaum muda intelektual (mencakup pemuda, mahasiswa dan guru yang berusia antara 20-35 tahun). Pelatihan BYP di tahun 2017 bahkan diikuti peserta dari kabupaten/kota lain seperti Samarinda, Balikpapan, Tenggarong. Aktivitas ini menjadi saksi semangat pemuda-pemudi desa Bongan yang tergabung di Club Sahabat Bumi Borneo (CSBB), serta anggota Kelompok Pencinta Alam Damai (KOMPAD) yang berasal dari desa Damai, Kubar.
Aktifnya CSSB dan KOMPAD menjadi berkah bagi masyarakat sekitar. Dulu, salah satu masalah di kecamatan Bongan adalah kurangnya lulusan sekolah yang memiliki keahlian khusus ketika memasuki dunia kerja. Untuk menjawab itu, CSBB lahir agar dapat memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada pemuda. Klub ini ingin memastikan bahwa para pemuda itu dapat menempatkan dirinya di tengah tengah masyarakat untuk dapat membuka lapangan kerja dan bukan semata-mata mencari kerja. CSBB menjalin kerjasama dengan sebuah lembaga di Karang Widi, kabupaten Cianjur untuk belajar budidaya pertanian, Selain itu, klub ini juga mengembangkan “Program Rumah Belajar untuk mengembangkan pertanian alami secara berkelanjutan. Untuk pendanaan, klub ini juga memiliki kedai sehat dan ramah lingkungan dengan menyiapkan makanan dan minuman berbahan lokal. Di sini, tempat yang tepat untuk kembali belajar kearifan lokal dalam pertanian yakni perladangan.