Selama ini, banyak yang masih menganggap bahwa perladangan di bumi Kalimantan adalah praktik yang merusak lingkungan. Hal tersebut sangat penting diluruskan. Dan di sinilah CSBB berperan untuk membangun edukasi soal kearifan lokal ini. Secara faktual, ladang berpindah adalah tradisi bercocok tanam yang sudah ratusan tahun dilakukan turun temurun oleh suku Dayak dan tidak pernah menyebabkan kebakaran hutan. Pola berladang seperti ini membentuk siklus. Lokasi ladang yang sudah dipanen lalu ditinggal untuk selanjutnya para peladang membuka lokasi baru hingga pepohonan di lokasi ladang pertama tumbuh dan besar. Pada umumnya, setelah lima sampai tujuh kali pembukaan ladang di lokasi yang berbeda, peladang akan kembali ke lokasi ladang yang pertama karena pepohonan dan belukar yang ada di sana sudah dianggap cukup untuk menyuburkan tanah. Itulah siklus ladang berpindah yang menjadi budaya masyarakat di Kalimantan.
CSBB yang menjadi mitra WWF Indonesia berjuang untuk menjaga “ladang kearifan lokal” tersebut. Jika budaya ini tidak dilestarikan, maka dikhawatirkan kearifan lokal masyarakat di Bongan, khususnya kampung Peringtalik tempat penulis (Boby Rahman—red) berkhidmat akan punah. Kita tidak ingin tradisi ini tergerus kemajuan jaman, bersama ancaman hilangnya bibit padi gunung yang telah turun temurun mereka tanam. Sebagai kepala sekolah di SDN 016 Bongan di Peringtalik, penulis juga berusaha mengadopsi budaya ladang berpindah ke dalam mata pelajaran di sekolah melalui kurikulum terintegrasi.
Kemitraan CSBB dan SDN 016 Bongan telah mendapat dukungan masyarakat sekitar. Pada bulan Juli 2017, CSBB dan SDN 016 berhasil merumuskan materi pembelajaran tentang ladang berpindah ke dalam materi muatan lokal. Usulan tersebut dilaksanakan mulai tahun ajaran 2017-2018. Melalui program tersebut, sekolah menggandeng orang tua siswa atau masyarakat setempat sebagai pembimbing siswa. Para siswa diwajibkan belajar tentang cara berladang secara langsung di bawah bimbingan orang tuanya dan masyarakat yang membuka ladang. Mereka diberi izin untuk tinggal di ladang selama beberapa hari. Ketika nebas/nebang (membersihkan belukar/menebang pohon), Asaq/Nugal (menanam padi), Ngetam (panen) para siswa diberi izin dua hari. Sedangkan, ketika Tunu (membakar), para siswa diberi izin satu hari. Koordinasi juga dilakukan CSBB dengan beberapa pihak terkait, seperti kepala kampung dan kepala adat Kampung Peringtalik, Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Bongan dan Puskesmas Induk Muara Kedang.
Sebagai hasilnya, CSBB dipercaya mengelola program ketahanan pangan bersama Kelompok Wanita Tani (KWT) Meratus Kampung Pering talik yang didukung dana sebesar Rp50.000.000,00. Dana tersebut cukup untuk membuat kebun sayuran dan rumah pembibitan yang berlokasi di kebun SDN 016 Bongan. Dana tersebut juga dipakai untuk membeli aneka jenis bibit, termasuk bibit padi gunung. Ada banyak jenis padi gunung di Peringtalik, yang paling banyak ditanam oleh masyarakat adalah serai gunung, bunyau, mayas, pudak, melak. Ada dua jenis padi ketan yang biasa ditanam, yaitu Pulut, jenis padi ketan yang berwarna putih serta Pulut Lutung, padi ketan yang berwarna hitam. Inisiatif CSBB bersama SDN 016 untuk melestarikan budaya ladang berpindah ini bahkan telah didukung Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Barat saat ini (Ali Sadikin –red). Ini adalah hal yang sangat menguatkan semangat para pegiat ini.
Sinergi Menggerakkan Pusaran Perubahan
Bisa kita lihat pelaksanaan ESD di Kutai Barat telah mendorong sinergi dan pusaran perubahan lebih luas (lihat gambar). Kami selaku penulis melakukan refleksi dan menarik benang merah bahwa sinergi antara SDN 010 Bongan, Borneo Youth Program (BYP), Club Sahabat Bumi Borneo (CSBB) (serta SDN 016 Bongan di Peringtalik) berjalan baik. Sinergi di Kecamatan Bongan ini berhasil mendorong peran ESD dan pemuda untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan lokal setempat. Inilah pusat pusaran perubahan itu. Alumni BYP dan CSBB hingga kini juga terlibat aktif dalam pengembangan anak muda untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
Patut menjadi catatan yang layak disyukuri bahwa CSBB telah menjadi forum anak muda yang peduli akan desanya. Anak-anak muda ini telah memberikan dukungan penuh kepada masyarakat Bongan dan sekolah imbas di sekitarnya. Keberhasilan SDN 010 dan CSBB dalam pelaksanaan ESD dan pemanfaatan hasil pelatihan BYP adalah catatan penting bergulirnya sebuah perubahan menuju pembangunan berkelanjutan. Walaupun jauh dari wilayah perkotaan , sarana dan prasarana yang terbatas ternyata kedua lembaga ini mampu berkarya di tengah-tengah masyarakat dengan baik.